Posted by : tugas TKJ
Selasa, 21 Mei 2013
PENGERTIAN UNDANG - UNDANG ITE
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE)adalah suatu yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di * ITE YAITU:Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (pengalihan UU ITE)
Pengertian dalam undang-undang : : Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada ...
UNDANG - UNDANG ITE
UU ITE ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam ber-internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen), karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. Ancaman pidana untuk ketiganya pun tak main-main yaitu penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah.
Tambahan lagi, dalam konteks pidana, ketiga delik ini berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik. Pasal-pasal masih dipermasalahkan oleh sebagian bloger Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE)adalah suatu yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di * ITE YAITU:Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (pengalihan UU ITE)
Pengertian dalam undang-undang : : Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada ...
UNDANG - UNDANG ITE
UU ITE ini dianggap dapat membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan bisa menghambar kreativitas dalam ber-internet, terutama pada pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen), karena bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. Ancaman pidana untuk ketiganya pun tak main-main yaitu penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 milyar rupiah.
Tambahan lagi, dalam konteks pidana, ketiga delik ini berkategori delik formil, jadi tidak perlu dibuktikan akan adanya akibat dianggap sudah sempurna perbuatan pidananya. Ketentuan delik formil ini, di masa lalu sering digunakan untuk menjerat pernyataan-pernyataan yang bersifat kritik. Pasal-pasal masih dipermasalahkan oleh sebagian bloger Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
CONTOH KASUS PELANGGARAN UU ITE
Pelanggaran Terhadap UU ITE
Seperti yang kita ketahui, kasus Prita Mulyasari merupakan kasus
pelanggaran terhadap UU ITE yang mengemparkan Indonesia. Nyaris
berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan masyarakat lewat media
elektronik, media cetak dan jaringan sosial seperti facebook dan
twitter.
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah
Sakit Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah
Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah
bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang
pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak
memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita
Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat
elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia
maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa
dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana.
Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan
perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama
baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik
yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas “Koin Kepedulian
untuk Prita”. Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis
Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Contoh kasus di atas merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran
Undang-Undang Nomor 11 pasal 27 ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam
pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.
Sejak awal Dewan Pers sudah menolak keras dan meminta pemerintah dan
DPR untuk meninjau kembali keberadaan isi dari beberapa pasal yang
terdapat dalam UU ITE tersebut. Karena Undang-undang tersebut sangat
berbahaya dan telah membatasi kebebasan berekspresi (mengeluarkan
pendapat) seseorang. Selain itu beberapa aliansi menilai : bahwa rumusan
pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi
intrepretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan
tetapi juga penyebar dan para moderator milis, maupun individu yang
melakukan forward ke alamat tertentu.
Oleh karena itu dengan adanya hukum tertulis yang telah mengatur kita
hendaknya kita selalu berhati-hati dalam berkomunikasi menggunakan
media. Menurut saya dengan adanya kasus yang telah menimpa Prita menjadi
tersangka atas pencemaran nama baik/ dan mendapat sanksi ancaman
penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp. 1 M, kita harus lebih
berhati-hati dalam menghadapi perkembangan Teknologi di era globaliosasi
ini. Hendaknya kita dapat mengontrol diri kita sendiri jika akan
menulis di sebuah akun. Kasus Prita ini seharusnya kita jadikan pelajaran untuk melakukan
intropeksi diri guna memperbaiki sistem hukum dan Undang-undang yang
banyak menimbulkan perdebatan dan pertentangan. Selain itu seharusnya
pihak membuat undang-undang hendaknya lebih jelas dan lebih teliti dalam
memberikan sanksi sesuai dengan aturan dalam UU yang berlaku. Hukum
yang telah ada memang kadang kurang bisa terima dengan baik dan
menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Bayangkan saja ketika kasus
tersebut menimpa rakyat miskin. Sedangkan jika dibandingkan dengan
kasus korupsi yang terjadi di Negara kita, hal itu kurang sepadan dan
seolah hukum menjadi kurang adil untuk kita.
Pengertian HAKI:
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan
suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya
ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak
Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda
(Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas
benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas
Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya yang
tidak mempunyai bentuk tertentu.
Contoh Kasus HKI (Hak kekayaan Intelektual)
Para
anggota BSA termasuk ADOBE, AutoDesk, Bently, CNC Software, Lotus
Development, Microsoft, Novell, Symantec, dan Santa Cruz Operation
adalah perusahaan-perusahaan pencipta program atau piranti lunak
computer untuk computer pribadi (PC) terkemuka didunia, dan juga adalah
badan hukum Amerika Serikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Oleh
karena itu program atau piranti lunak computer, buku-buku pedoman
penggunaan program atau piranti lunak computer dan buku-buku sejenis
lainnya ciptaan perusahaan-perusahaan tersebut dilindungi pula oleh
Undang-Undang Hak Cipta Indonesia.
Disamping
itu, orang ataupun perusahaan juga dapat dikenakan gugatan perdata dari
pemegang atau pemilik hak cipta itu, yang dapat menuntut ganti rugi dan
atau memohon pengadilan untuk menyita produk-produk bajakan tersebut
dan memerintahkan anda atau perusahaan anda menghentikan
pelanggaran-pelanggaran itu. Kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh
teknologi informasi tidak dapat lepas dari keberadaan HKI. Secara umum
HKI adalah perlindungan hukum yang berupa hak yang diberikan oleh
negara secara eksklusif terhadap karya-karya yang lahir dari suatu
proses kreatif pencipta atau penemunya. Cyberspace yang ditopang oleh
dua unsure utama, computer dan informasi, secara langsung bersentuhan
dengan obyek-obyek pengaturan dalam HKI, yaitu cipta, paten, merek,
desain industri, rahasia dagang dan tata letak sirkit terpadu. HKI
mendapatakan sorotan khusus karena hak tersebut dapat disalahgunakan
dengan jauh lebih mudah dalam kaitannya dengan fenomena konvergensi
teknologi informasi yang terjadi. Tanpa perlindungan, obyek yang sangat
bernilai tinggi ini dapat menjadi tidak berarti apa-apa, ketika si
pencipta atau penemu tidak mendapatkan penggantian biaya yang telah
dikeluarkannya selama proses penciptaan ketika orang lain justru yang
memperoleh manfaat ekonomis dari karyanya. Di Indonesia pelanggaran HKI
sudah dalam taraf yang sangat memalukan. Indonesia mendudki peringkat
ketiga terbesar dunia setelah Ukraine dan China dalam soal pembajakan
software. Pembajakan yang terjadi di Indonesia dalam bidang computer
sungguh sangat memprihatinkan. Sekitar lebih dari 90% program yang
digunakan di Indonesia merupakan program yang disalin secara ilegal.
Dampak dari pembajakan tersebut menurunkan citra dunia Teknologi
Informasi Indonesia pada umumnya. Hal ini menurunkan tingkat kepercayaan
para investor, dan bahkan juga menurunkan tingkat kepercayaan calon
pengguna tenaga TI Indonesia. Pada saat ini bisa dikatakan tenaga TI
Indonesia belum dapat dipercaya oleh pihak Internasional, hal ini tidak
terlepas dari citra buruk akibat pembajakan ini. Yang lebih
memprihatinkan lagi dikarenakan Indonesia merupakan Negara Asia pertama
yang ikut menandatangani Perjanjian “Internet Treaty” di Tahun 1997.
Tapi Indonesia justru masuk peringkat tiga besar dunia setelah Vietnam
dan Cina, sebagai Negara paling getol membajak software berdasarkan
laporan BSA (Bussiness Software Alliance). Suburnya pembajakan software
di Indonesia disebabkan karena masyarakatnya masih belum siap menerima
HKI, selain itu pembajakan software sepertinya sudah menjadi hal yang
biasa sekali di negeri kita dan umumnya dilakukan tanpa merasa bersalah.
Bukan apa-apa, di satu sisi hal ini disebabkan karena masih minimnya
kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai hak dan kekayaan intelektual
yang terdapat pada setiap software yang digunakan. Di sisi lain,
harga-harga software propriatery tersebut bisa dikatakan diluar
jangkauan kebanyakan pengguna di indonesia.
Permasalahan
yang cukup menggelitik adalah kenyataan bahwa penggunaan software
bajakan ini tidak hanya melingkupi publik secara umum saja, namun pula
mencakup kalangan korporat, pemerintahan, atau bahkan para penegak
hukumnya sendiri pun bisa dikatakan belum bisa benar-benar dikatakan
bersih dari penggunaan software bajakan. Untuk mengurangi angka
pembajakan di dunia yang semakin hari semakin meningkat maka sebuah
perkumpulan industri yang bergerak di software AS yang dikenal dengan
BSA (Business Software Aliance) sudah menyatakan perang dan akan terus
melacak penggunaan software illegal oleh perusahaan swasta dengan cara
melibatkan masyarakat melalui sayembara berhadiah Rp.50 juta bagi siapa
saja yang memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang penggunaan
software illegal di perusahaan. Informasi yang masuk ke BSA bisa
saja dari masyarakat luas, bias saja dari karyawan perusahaan itu
sendiri yang tidak loyal sehingga mereka memberikan informasi kepada
BSA.
Sementara
pemerintah Indonesia akan menggiatkan kampanye melawan pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) dan akan meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya masalah ini. Pemerintah juga akan meningkatkan
frekuensi pembersihan (razia), memperberat hukuman terhadap para
pelanggar HKI dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah masuknya
produk-produk bajakan ke Indonesia. Salah satu langkah yang diambil
pemerintah Indonesia adalah dengan membentuk Tim Keppres 34, yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan perundang-undangan hak cipta, merek
dan paten. Dampak pembajakan software di Indonesia tidak hanya merugikan
perusahaan pembuat software saja, tetapi pemerintah Indonesia juga akan
terkena dampaknya. Industri software local menjadi tidak berkembang
karena mereka tidak mendapat hasil yang setimpal akibat aksi pembajakan
ini. Selain itu mereka menjadi enggan untuk memproduksi software, karena
selalu khawatir hasilnya akan dibajak.
Terlepas
dari perusahaan software yang semakin hari merugi karena aksi
pembajakan, sebetulnya dunia TI Indonesia kini benar-benar menghadapi
suatu masalah besar. Dengan berlakunya TRIPs (Trade Related aspects of
Intellectual Property Rights Agreement) yang dicanangkan Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) mulai 1 Januari 2000, produsen-produsen paket
piranti lunak komputer terutama yang tergabung dalam Business Software
Alliance (BSA) akan menuntut pembajak program buatan mereka ditindak
tegas sesuai ketentuan. Amerika Serikat, melalui United State Trade
Representatif yang dalam beberapa tahun belakangan ini menempatkan
Indonesia pada posisi priority watch list. Kedudukan
ini sekelas dengan negara-negara lain seperti, Cina, Bulgaria, Israel,
Malaysia, Brunei, Afrika Selatan, Mexico, maupun Korea. Padahal,
pengelompokan ini bukan tanpa sanksi. Jikalau Indonesia tak dapat
memperbaiki keadaan, maka sanksinya adalah penggunaan spesial 301 pada
United States (US) Trade Act. Ketentuan ini memberikan mandat kepada
pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan pembalasan (retaliation) di
bidang ekonomi kepada Indonesia. "Dalam hal ini, pasar Indonesia di
Amerika Serikat yang menjadi taruhannya, bidang yang menjadi sorotan
utama, yakni hak cipta menyangkut pembajakan video compact disk serta
program komputer, dan paten berkenaan dengan obat-obatan
(pharmaceuticals). Karena itu, yang penting sebenarnya, adalah komitmen
dari penegak hukum Indonesia pada standar internasional mengenai HKI
sendiri. Apalagi,
Indonesia sudah menyatakan ikut dalam convention Establishing on the
World Trade Organization (Konvensi WTO) yang di dalamnya terdapat Trade
Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement (TRIPs).
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. " Jika suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HKI di Indonesia.
Memang hukuman tersebut belum dilakukan secara langsung, tapi dapat berakibat pada eksport Indonesia ke USA, dan yang buntut-buntutnya mempengaruhi perekonomian Indonesia pada umumnya. Sayang sekali masih diabaikan oleh masyarakat luas, termasuk pihak pendidikan, bidang HKI sangat lekat dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan penghormatan atas HKI tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian suatu negara. " Jika suatu negara perekonomiannya tergantung pada investasi asing, maka mereka pun sangat berkepentingan dengan perlindungan HKI. Keluhan utama dari investor Amerika Serikat adalah belum memadainya penegakan hukum bidang HKI di Indonesia.